Mas Menteri yang saya hormati,
Saya menulis surat terbuka ini sebagai ucapan terima kasih atas inisiatif Mas Menteri menjadikan Kurikulum Merdeka sebagai kurikulum peduli lingkungan. Kurikulum yang responsif perubahan iklim. Itu sebuah kebijakan yang sangat besar artinya bagi anak-anak dan generasi muda untuk siap menghadapi dan mampu beradaptasi dengan kondisi bumi.
Memasukkan tema lingkungan dan perubahan iklim ke dalam kurikulum sekolah seperti integrasi pendidikan perubahan iklim dalam Kurikulum Merdeka adalah program yang brilian. Terkait dengan itu, Mas Menteri sudah menjawab keinginan masyarakat Indonesia tentang urgensi iklim pada kebijakan dan kurikulum.
Hal ini sejalan dengan survei jaringan pembangunan global PBB (UNDP) yang menemukan bahwa lebih dari separuh atau 54 persen masyarakat Indonesia menyerukan sekolah untuk memberi lebih banyak materi tentang perubahan iklim.
Saya yakin, Mas Menteri berkomitmen memperkuat pendidikan perubahan iklim. Hal ini tampak jelas dalam salah satu tujuan kebijakan Kurikulum Merdeka, yaitu membentuk Sumber Daya Manusia (SDM) yang sadar perubahan iklim.
Dan perubahan iklim ditetapkan sebagai salah satu isu prioritas yang diterapkan lintas mata pelajaran melalui (1) intrakurikuler, mengintegrasikan ke dalam capaian pembelajaran mata pelajaran dan contoh modul ajar mata pelajaran yang dapat dikontekskan dengan isu perubahan iklim, misalnya program nol sampah dan keanekaragaman hayati; (2) kokurikuler, mengintegrasikan dengan tema projek penguatan profil pelajar Pancasila seperti Gaya Hidup Berkelanjutan; (3) ekstrakurikuler, memasukkan perubahan iklim dalam aktivitas ekstrakurikuler; dan (4) budaya sekolah, mengintegrasikan dalam budaya sekolah (kebiasaan dan kebijakan di tingkat sekolah).
Mas Menteri, secara khusus saya ingin menyampaikan tentang pentingnya ekstrakurikuler lingkungan hidup bernama Bank Sampah Sekolah. Bank Sampah Sekolah adalah fasilitas untuk mengelola sampah dengan prinsip 3R (reduce, reuse, recycle) sebagai sarana edukasi, perubahan perilaku, dan ekonomi sirkular yang dibentuk dan dikelola oleh warga sekolah.
Prinsip kerja Bank Sampah Sekolah adalah mengumpulkan sampah yang dapat didaur ulang dan terpilah dari warga sekolah serta memiliki manajemen layaknya bank konvensional tetapi yang ditabung bukan uang melainkan sampah.
Baru-baru ini, Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) meluncurkan pedoman menghijaukan sekolah dan kurikulum hijau yang memuat pentingnya fasilitas dan program pengelolaan sampah dan sampah elektronik (e-waste) di sekolah meliputi pemilahan sampah dan edukasi. Pengelolaan sampah elektronik ini masih sangat jarang dilakukan di sekolah-sekolah di Indonesia baik dalam bentuk edukasi e-waste maupun pengumpulan sampah elektronik (e-waste collection).
Saya berharap sekali, Mas Menteri, ada regulasi dan panduan yang dikeluarkan oleh Kemendikbudristek terkait ekstrakurikuler lingkungan hidup, Bank Sampah Sekolah, sebagai upaya untuk menghijaukan sekolah. Saya yakin bahwa sekolah bisa menjadi tempat pendidikan pengelolaan sampah sejak dini dengan mempraktikkan pengelolaan sampah mulai dari pemilahan, pengumpulan, penimbangan, dan hingga penabungan sampah di Bank Sampah Sekolah.
Selain itu, dengan adanya Bank Sampah Sekolah dapat menjadi sumber belajar pada projek penguatan profil pelajar Pancasila tema Gaya Hidup Berkelanjutan, mendukung Gerakan Peduli dan Berbudaya Lingkungan Hidup di Sekolah (PBLHS), dan upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim di sekolah.
Semoga integrasi pendidikan perubahan iklim dalam Kurikulum Merdeka ini dapat terus dipertahankan dan diperluas ke hal-hal baik lainnya seperti ekstrakurikuler lingkungan hidup, Bank Sampah Sekolah.
Salam nol sampah!
Berto Sitompul*
*) Berto Sitompul menginisiasi Bank Sampah Mengajar (BASMENJAR) di Kabupaten Bengkalis, Riau dan mempelopori edukasi e-waste dan pengumpulan sampah elektronik (e-waste collection) pertama di Pulau Sumatera.
EmoticonEmoticon