Image by preschools4all.com |
Perkembangan kognitif sama halnya sejumlah aspek perkembangan lainnya, kemampuan kognitif anak juga mengalami perkembangan tahap demi tahap menuju kesempurnaanya. Secara sederhana, kemampuan kognitif dapat dipahami sebagai kemampuan anak untuk berpikir lebih kompleks serta kemampuan melakukan penalaran dan pemecahan masalah.
Dengan berkembangnya kemampuan kognitif ini akan memmudahkan anak menguasai pengetahuan umum yang lebih luas, sehingga anak mampu menjalankan fungsinya dengan wajar dalam interaksinya dengan masyarakat dan lingkungan sehari-hari.
Menurut teori perkembangan kognitif Jean Piaget, tahapan perkembangan kognitif antara 2 sampai 7 tahun sebagai praoperasional, karena anak masih belum memahamai aturan atau operasi tertentu.
Anak pada usia 5 sampai 7 tahun merupakan masa keemasan (golden age period) bagi anak tersebut, sehingga anak mulai mengembangkan minatya, mulai mengeksplorasi pengetahuannya, mulai keluar dari lingkungan dalam rumah ke lingkungan luar rumah. Contohnya, anak mulai bermain dengan anak tetangga yang usianya sebaya maupun dua tahun diatasnya ataupun dua tahun dibawahnya.
Namun, sebagaian besar anak-anak pada usia 5 sampai 7 tahun sekarang disibukkan oleh berbagai macam les. Ketika orang tua mulai mendaftarkan anaknya masuk ke Sekolah Dasar (SD) atau sekolah setingkatnya, orang tua dihadapakn dengan mengisi formulir yang salah satu pertanyaannya adalah apakah putra/putri anda pernah mengikuti les? Les apa sajakah yang diikuti? Ada orang tua yang mengisi: anak saya pernah dan sedang mengikuti les matematika, les membaca, les bahasa Inggris, les sempoa, les tari, les karate, les menggambar dan lain-lain.
Kekerasan kognitif atau dalam bahasa Inggris cognitive violence pada anak usia dini adalah perkembangan kognitif yang berada pada tahap praoperasional dipaksakan untuk berpikir pada tahap operasional konkret.
Sebagai contoh, pada usia bermain, bersosialisasi dengan teman, berfantasi, bermain permainan tradisional dan bertindak seperti superhero dalam film kartun tidak bisa dirasakan karena anak disibukkan dengan berbagai macam kegiatan akademik seperti les-les dan lain-lain.
Jika anak "dipaksakan otaknya" mengalami kekerasan kognisi karena disibukkan dengan berbagai les, maka kemungkinan anak tersebut mengalami gangguan pada moral dan sosial.
EmoticonEmoticon