Ilustrasi guru via tangerangtribun.com |
Untuk naik pangkat, guru wajib mengikuti serangkaian Penilaian Keprofesian Berkelanjutan (PKB) yang salah satu sub usurnya adalah pengembangan diri dengan pelatihan. Per angka kredit, guru harus ikut diklat 30 - 80 jam.
Pandemi piviko-19 (penyakit infeksi korona 19) telah mengubah moda pelatihan guru. Dari model tatap muka menjadi moda daring. Sebelum mewabahnya pandemi piviko-19 dan penerapan PSBB hingga PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat), penyelenggaraan diklat bagi guru diselenggarakan dengan model tatap muka, entah dalam bentuk tatap muka penuh dalam satu periode waktu tertentu (in) dan tatap muka tidak penuh (in-on). Nah, belakangan model pelatihan guru diselenggarakan dengan moda daring seperti penyelenggaraan webinar (seminar daring atau seminar online) dan Zoominar (seminar dengan aplikasi Zoom).
Di era kenormalan baru (new normal) ini, tidak ada hari tanpa webinar karena memang banyak sekali undangan webinar terlebih undangan webinar gratis berikut sertifikat. Siapa saja bisa mengadakan webinar. Beramai-ramailah guru mengikutinya. Bahkan sampai ada yang bilang, guru ikut webinar untuk berburu sertifikat online. Mungkin sebagian guru ada yang begitu tapi tidak bisa di sama-ratakan. Masih banyak kok guru yang mengikuti webinar karena ingin memperoleh pengetahuan.
Kita tak bisa menafikan, ketika guru mengikuti e-training seperti bimtek daring, kursus daring, pelatihan daring dan webinar berharap sertifikatnya bisa digunakan untuk kenaikan pangkat, maka ia harus mengetahui beberapa hal. Jangan sampai terjadi guru tersebut sudah mengoleksi banyak bukti fisik mengikuti berbagai e-training dan akan mendapat angka kredit ternyata sertifikatnya tak bisa dinilai. Alhasil ia tidak bisa memperoleh angka kredit yang dibutuhkan.
Mengutip dari buku 4 pedoman kegiatan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan revisi 2019 dijelaskan bahwa kegiatan pendidikan dan pelatihan (diklat) fungsional guru yang diakui adalah yang diselenggarakan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan atau pemerintah daerah pada lembaga diklat yang ditunjuk seperti PPPTK, LPMP, LPPKS, Badan Diklat Daerah, lembaga diklat yang diselenggarakan oleh masyarakat, termasuk Perguruan Tinggi yang mendapat izin operasional dari pemerintah atau pemerintah daerah. Jika pengembangan diri itu berupa kegiatan kolektif guru, bisa dilaksanakan di sekolah maupun di luar sekolah (seperti di KKG/MGMP, KKKS/MKKS atau asosiasi profesi guru lainnya).
Dengan melihat pedoman tersebut, jelaslah bahwa tidak setiap sertifikat yang didapat guru bisa diakui angka kreditnya. Terlebih jika penyelenggaranya tidak jelas dan tidak sesuai dengan persyaratan pada pedoman. Mulai sekarang bapak/ibu bisa lebih teliti dan cermat menyikapi undangan webinar atau pelatihan yang diteruskan di grup Whatsapp (WA), apakah penyelenggaranya bekerja sama dengan pemerintah (dinas pendidikan), jika penyelenggarannya pihak swasta apakah termasuk Lembaga Kursus dan Pelatihan (LKP) yang diakui dan apakah penyelenggaranya tergolong asosiasi profesi guru atau organisasi profesi guru yang memiliki legalitas.
Selain itu materi e-training juga diperhatikan apakah sesuai dengan bidang tugasnya apa tidak. Jika tidak, sertifikat itu tidak bisa mendapat angka kredit. Meski demikian, seharusnya hal ini tidak menyurutkan niat guru mencari pengetahuan. Meskipun toh nanti sertiffikat itu tidak bisa diajukan untuk kenaikan pangkat, tapi guru mendapat pengetahuan yang pasti berguna saat menjalankan tupoksinya. Salam semangat.
EmoticonEmoticon